Korea Selatan Kerahkan Senjata Laser untuk Menembak Jatuh Drone Korut

Estimated read time 3 min read

Korea Selatan (Korsel) akan menggunakan senjata laser untuk menanggapi ancaman drone yang dikirimkan oleh Korea Utara (Korut) melintasi perbatasan mereka pada tahun ini. Keputusan ini menjadikan Korsel sebagai negara pertama di dunia yang secara aktif mengerahkan dan mengoperasikan senjata semacam itu dalam konteks militer. Reuters melaporkan bahwa Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korsel mengumumkan rencana ini pada Kamis, 11 Juli 2024, menandai langkah signifikan dalam evolusi teknologi pertahanan.

Program ini secara resmi disebut sebagai “Proyek StarWars” oleh otoritas Seoul, mengacu pada penggunaan teknologi canggih dalam pertahanan nasional mereka. Senjata laser penghancur drone yang dikembangkan oleh militer Korsel, bekerja sama dengan Hanwha Aerospace, diklaim memiliki efektivitas tinggi serta biaya operasional yang rendah, hanya sekitar 2.000 Won atau sekitar Rp 23.000 per tembakan. Keunggulan lainnya adalah kemampuannya yang senyap dan tidak terlihat, menjadikannya alat yang potensial dalam situasi-situasi operasional militer yang sensitif.

“DAPA mengklaim bahwa senjata laser ini menjadi pengubah permainan di medan perang masa depan, memperkuat kemampuan respons militer terhadap ancaman drone dari Korea Utara,” demikian pernyataan resmi dari DAPA.

Juru bicara DAPA menjelaskan bahwa senjata laser ini dirancang untuk menembak jatuh drone dengan cara membakar mesin atau peralatan listrik lainnya dalam drone tersebut, menggunakan pancaran cahaya selama 10-20 detik. Teknologi ini diharapkan dapat mengatasi ancaman drone Korut yang telah terbukti meresahkan, seperti yang terjadi pada insiden Desember tahun lalu di mana beberapa drone Korut berhasil melintasi perbatasan dan memicu respons militer dari Korsel.

Penggunaan senjata laser ini bukanlah hal baru dalam lanskap pertahanan global. Negara-negara seperti China, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) juga sedang aktif mengembangkan dan menguji teknologi serupa, yang dikenal sebagai senjata energi terarah atau directed energy weapons (DEW). RAND Corporation, sebuah lembaga pemikir di AS, mengindikasikan bahwa minat terhadap senjata-senjata ini meningkat karena potensinya dalam melawan berbagai ancaman modern seperti sistem tidak berawak, rudal yang mengudara, atau satelit di orbit.

Sementara itu, laporan dari AS juga menyoroti bahwa baik Korsel maupun Korut telah melanggar kesepakatan gencatan senjata yang mengatur perbatasan mereka dengan mengirimkan drone ke wilayah udara masing-masing. Ini mencerminkan kompleksitas dinamika keamanan di Semenanjung Korea, di mana gencatan senjata Perang Korea 1950-1953 tidak pernah diikuti oleh perjanjian damai resmi, dan Zona Demiliterisasi (DMZ) telah memisahkan kedua Korea sejak itu.

Dalam konteks ini, penerapan senjata laser oleh Korsel menjadi sebuah langkah strategis untuk meningkatkan kemampuan pertahanan mereka, sambil menunjukkan kesiapan mereka dalam mengadopsi teknologi militer terbaru. Hal ini juga mencerminkan respons terhadap evolusi ancaman modern di era digital dan teknologi yang semakin maju. Dengan demikian, langkah-langkah ini tidak hanya berpotensi mengubah dinamika pertahanan regional, tetapi juga memberikan pelajaran penting bagi komunitas internasional dalam menghadapi tantangan keamanan global yang semakin kompleks.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours