Masalah Tumpang Tindih Lahan Menurun Signifikan dalam 5 Tahun, Ini Detailnya

Estimated read time 2 min read

Badan Informasi Geospasial (BIG) mencatat bahwa sebanyak 57 juta hektare lahan di Indonesia masih mengalami tumpang tindih. Jumlah ini menunjukkan penurunan signifikan dari sekitar 77 juta hektare yang tercatat lima tahun lalu.

Kepala Badan Informasi Geospasial, Aris Marfai, mengungkapkan bahwa pada tahun 2019, luas lahan tumpang tindih mencapai 77 juta hektare atau setara dengan 40,6% dari total luas lahan di Indonesia. Namun, pada tahun 2024, luas lahan tumpang tindih tersebut turun menjadi 57 juta hektare atau 30,1%. “Telah terjadi penurunan tumpang tindih sebesar 10,5% dalam lima tahun,” ujar Aris dalam Rakernas Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy Summit 2024 di St. Regis Jakarta, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2024).

Pendataan ini didasarkan pada hasil Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta yang berlangsung dari tahun 2016 hingga 2024. Kebijakan ini telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 23 tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres No. 9 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta 1 banding 50 ribu.

Dalam kesempatan tersebut, Aris juga menyampaikan bahwa Sekretariat Kebijakan Satu Peta telah melaksanakan monitoring dan evaluasi melalui e-monev. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa 23 kementerian/lembaga (KL) telah melaksanakan rencana aksi yang telah ditetapkan. Dari total tersebut, 14 KL telah memenuhi target rencana aksi, sementara 9 kementerian/lembaga lainnya sedang dalam proses pemenuhan target rencana aksi atau progress on track. “Kami menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada kementerian dan lembaga atas capaian yang sudah diperoleh,” tambah Aris.

Akses data dan informasi geospasial melalui Jaringan Informasi Geospasial Nasional juga telah diperbarui. Sebelumnya, akses ini tidak memungkinkan untuk publik, namun sekarang masyarakat dapat mengaksesnya melalui Keputusan Presiden nomor 28 Tahun 2023. Untuk menindaklanjuti ini, BIG telah menetapkan Peraturan BIG No. 3 tahun 2024 tentang klasifikasi akses dan mekanisme berbagi pakai data dan informasi geospasial. Peraturan ini mengatur tentang hak akses, termasuk hak akses untuk masyarakat.

Aris juga melaporkan bahwa data dari Kementerian/Lembaga yang telah menjalankan rencana aksi sudah menerapkan standar keamanan. “Setiap data yang diunduh dilengkapi dengan kode validasi sehingga integritas data dapat dipertahankan,” jelas Aris. Selain itu, metode pengamanan lainnya dilakukan melalui pemisahan bertingkat untuk masing-masing data. Aris memastikan bahwa akses data spasial ini memiliki standar yang sama pada portal Satu Data Indonesia, sehingga mempermudah proses integrasi antar portal.

Dengan berbagai upaya ini, diharapkan tumpang tindih lahan di Indonesia dapat terus berkurang dan pengelolaan lahan menjadi lebih efisien dan terstruktur. Integrasi data yang lebih baik akan mendukung perencanaan pembangunan yang lebih akurat dan tepat sasaran, serta mengurangi potensi konflik lahan di masa mendatang.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours