19 September 2024

Jempolmu

Media Info Terkini

Pengusaha Konveksi di Ambang Setop Produksi Akibat Banjir Pakaian Impor Ilegal

Pengusaha Konveksi di Ambang Setop Produksi Akibat Banjir Pakaian Impor Ilegal

Image by <a href="https://pixabay.com/users/jackmac34-483877/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=1896454">jacqueline macou</a> from <a href="https://pixabay.com//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=1896454">Pixabay</a>

Indonesia Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) menghadapi tantangan serius dalam bisnis mereka saat ini, dengan kondisi krisis yang mengancam kelangsungan industri konveksi di tanah air. Ketua IPKB Jawa Barat, Nandi Herdiaman, mengungkapkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh banjirnya pakaian impor ilegal terhadap industri lokal. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap produk dari pabrik konveksi merosot tajam, mengakibatkan sejumlah pabrik harus menurunkan produksi bahkan menjual mesin-mesin mereka karena tidak digunakan.

Pada sebuah rapat dengan Komisi VII DPR RI baru-baru ini, Nandi Herdiaman menyampaikan keluhannya terhadap situasi yang memburuk ini. Ia menjelaskan bahwa pada tanggal 5 bulan lalu, sekitar 3.500 pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) di sektor konveksi turun ke jalan dalam demonstrasi untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka. Mereka menuntut perlindungan terhadap produk-produk IKM lokal dari persaingan tidak sehat dengan produk impor ilegal.

“Pada saat ini, Permendag 8 tahun 2024 telah membuat pasar beralih dari produk-produk IKM lokal ke produk impor ilegal,” ujar Nandi Herdiaman, menggambarkan betapa kuatnya dampak regulasi perdagangan baru ini terhadap industri konveksi lokal.

Krisis ini tidak hanya menunjukkan penurunan drastis dalam permintaan terhadap produk konveksi lokal, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup sektor IKM tersebut. Nandi Herdiaman menyatakan bahwa sebelumnya IPKB memiliki sekitar 8.000 anggota pengusaha, namun 30% dari mereka sudah terpaksa menutup pabrik mereka sejak pandemi COVID-19 melanda. Sekarang, sisanya 70% menghadapi ancaman serius karena banjirnya pakaian impor yang menekan pasar domestik.

“Masa depan industri konveksi kami terancam. Kami tidak punya waktu untuk menunggu lagi. Kami membutuhkan tindakan konkret dari pemerintah untuk melindungi kami dari persaingan yang tidak sehat ini,” tambahnya dengan nada prihatin.

Tidak hanya IPKB, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) juga mengalami kesulitan serupa dalam sektor tekstilnya. Mereka menyatakan bahwa industri tekstil di Indonesia saat ini menghadapi ‘gawat darurat’ dengan penutupan puluhan pabrik dan pemutusan hubungan kerja bagi lebih dari 13.000 pekerja. Hal ini disebabkan oleh masalah pasar global yang tidak stabil serta banjirnya produk impor dari China, yang menjadi pesaing utama bagi produk-produk tekstil lokal.

Kondisi ini menggambarkan betapa rapuhnya industri konveksi dan tekstil di Indonesia di tengah tantangan ekonomi global yang tidak menentu. Perlunya tindakan segera dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini menjadi sangat mendesak, termasuk perlindungan yang lebih kuat terhadap produk-produk IKM lokal dan penanganan serius terhadap masalah impor ilegal.

Selain itu, Nandi Herdiaman juga mengingatkan bahwa keselamatan ribuan lapangan kerja tergantung pada keputusan yang diambil dalam waktu dekat ini. Tanpa intervensi yang tepat, ia memperingatkan bahwa industri konveksi Indonesia berisiko mengalami gelombang PHK lebih lanjut dan memperburuk angka pengangguran di negara ini.

Secara keseluruhan, krisis yang sedang dihadapi oleh IPKB dan sektor tekstil Indonesia bukan hanya masalah bisnis, tetapi juga merupakan ujian bagi keberlanjutan ekonomi nasional. Diperlukan langkah-langkah strategis dan kolaboratif antara pemerintah, industri, dan stakeholder terkait untuk menemukan solusi yang dapat mengangkat kembali industri konveksi Indonesia dari keterpurukan ini.